Chairul Tanjung Si Anak Singkong |
Karena
ayahnya terlalu idealis, prinsip politiknya bertentangan dengan pemerintah
sehingga semua usaha percetakan, Koran, transportasi dan lain-lain gulung
tikar. Mereka sekeluarga pernah tinggal dalam satu kamar losmen berdelapan
kemudian pindah di salah satu kampung terkumuh di pojok Jakarta, karena sudah
tidak ada uang lagi. Meski demikian, pendidikan tetap jadi yang utama. Orang
tuanya dengan penghasilan terbatas rela mengorbankan apapun agar anak-anaknya
bisa mengenyam pendidikan di sekolah swasta.
Sejak SMP
Chairul Tanjung sudah mengurus keperluan transportasi untuk study tour ke
Yogyakarta, tapi pada hari H dia tidak ikut berangkat karena tidak ada uang.
Kecerdasan meloby dan bakat bisnisnya berkembang seiring berjalannya waktu,
terlebih ketika Chairul mengetahui uang kuliah pertamanya dari hasil sang ibu
mengadaikan kain halusnya, Chairul berjanji akan membiayai kuliahnya di
kedokteran gigi Universitas Indonesia sendiri, Karena tidak ingin menyusahkan
orang tuanya lagi.
Chairul
pandai membaca celah bisnis, terbukti ketia dia mengkoordinir fotokopi materi
kuliah teman-temannya bisa mendapat
untung Rp 15.000,00 jumlah yang tidak sedikit pada tahun 1981. Berjalannya
waktu Chairul makin berani berbisnis, mulai dari membuka tempat fotokopi di
bawah tangga kampus yang melebar menjual alat kedokteran, pabrik sepatu yang
beralih pabrik sandal, pemilik bank yang dibeli dengan harga Rp 1,00 mendirikan
sekolah gratis, pemilik Trans 7 dengan segala kemegahanya dan pemegam 40% saham
Carrefour.
Selain kesuksesannya dalam berbisnis, Chairul
juga aktif dalam kegiatan sosial. Aktivis dalam berbagai oraganisasi mulai dari
remaja menjadikannya seorang yang perka terhadap kesejahteraan, kepedulian
pendidikan dan kemajuan Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar